Upacara adat merupakan salah satu daya pikat untuk pendaki Binaiya selain keindahan alam bumi rempah-rempah ini. Selain untuk melestarikan budaya Indonesia, ternyata upacara adat mempunyai arti tersendiri bagi warga Pulau Seram.
Desa Selumena adalah desa kecil yang berada di antara Desa Maraina dan Desa Kanikeh yang ditempuh dalam 5 hari perjalanan dari Desa Mosso. Di desa itu kita bisa menyaksikan upacara adat Pukari. Hampir sama dengan upacara adat di Desa Huwalesana, hanya saja Upacara adat Pukari melibatkan semua warga Desa Selumena dan juga ada tarian adatnya.
Upacara adat Pukari terbilang upacara adat yang sederhana di banding dengan upacara adat di tempat lain. Properti yang di gunakan pun bukan barang-barang yang mewah, hanya kapur, sirih, kinang, dan Tifa. Jika semua properti itu sudah siap, maka upacara adat Pukari pun akan di mulai dengan di tandai suara tabuhan Tifa oleh Bapa Raja Tanah. Semua peserta upacara akan duduk melingkar di luar tikar yang di tengahnya di letakkan kapur, sirih dan pinang dalam besek bambu. Sambil menabuh Tifa, alat musik tradisional Maluku yang terbuat dari batang pohon yang di kosongi bagian dalamnya dan di tutup dengan kulit rusa di salah satu ujungnya, Bapa raja tanah dan warga akan melantunkan nyanyian yang sarat akan doa.
Setelah beberapa saat, upacara pun akan di lanjutkan dengan tarian adat yang juga merupakan rangkaian dari Pukari. Gerakan dari tarian ini cukup mudah untuk di ikuti bagi kita yang pemula. Hanya maju, mundur dan ke samping searah putaran jam. jangan lupa membuat lingkaran dan bergandeng tangan dulu dengan kawan samping kanan dan kiri kita sebelum tarian di mulai. Meskipun sederhana, Pukari sangat meriah. Suasana tarian akan semakin riuh saat salah satu penari berteriak melengking "EEEHHHHHAAAA". Teriakan itu rupanya dipercaya warga sebagai pembangkit alam bawah sadar penari agar semakin bersemangat.
Upacara adat Pukari tidak berhenti pada nyanyian dan tarian saja. Masih ada 1 lagi ritual yang harus di ikuti oleh semua peserta upacara adat ini. Makan sirih dan pinang. Ya, meskipun rasanya sepat dan kurang bersahabat dengan lidah kita, sirih dan pinang harus tetap kita santap. Coba saja meskipun hanya sedikit, itu yang akan warga Selumena bilang saat mengetahui tamunya kesusahan menelan Sirih dan Pinang.
Itulah Upacara adat Pukari yang di gunakan oleh warga Selumena untuk menyambut tamu, khususnya tamu yang ingin mendaki Gunung Binaiya. Warga percaya pendaki akan di berkati dan di lindungi oleh pencipta alam dari hal-hal yang tidak diinginkan. Tapi, di luar kepercayaan itu, upacara adat ini lebih sebagai media saya untuk semakin mengenal dan mempelajari salah satu budaya Indonesia yang benar-benar kaya ini.
Aku Cinta Selumena, Aku Cinta Indonesia!
Dikutip dari :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar